Ada sebuah karikatur bergambar dua batu nisan bersebelahan. Nisan yang satu bertuliskan, Di sini terbaring jenazah Peter yang meninggal karena terlalu banyak makan gandum. Sedangkan nisan yang lain bertuliskan, Di sini terbaring jenazah Akharia yang meninggal karena gandum Peter tidak pernah singgah di sini. Sebuah sindiran yang sangat mengena bagi kita. Jauh di mata dekat di hati merupakan ungkapan yang indah tentang kedekatan batin yang terjalin meski tak berjumpa secara fisik. Namun, atas perumpamaan Tuhan yang satu ini berlaku prinsip yang sebaliknya, yakni dekat di mata, jauh di hati. Betapa dekatnya Lazarus tinggal dengan si orang kaya. Hanya … dekat pintu rumah orang kaya itu. Begitu dekatnya ia untuk disapa, diperhatikan, dan ditolong. Namun, Lazarus malah mati mengenaskan dalam kemiskinan. Sangat kontras jika dibandingkan dengan kemakmuran si tetangga. Mengapa? Semua tahu jawabnya. Persis seperti karikatur di atas. Sebenarnya banyak penderitaan di dunia ini tak perlu terjadi, jika orang-orang terdekat dari orang yang menderita mau berbuat sesuatu. Tuhan mengizinkan kedekatan fisik terjadi agar kita tergerak berbagi kasih dengan mereka. Dengan anak yang perlu diperhatikan dan tetangga yang sakit; dengan nenek yang duduk sendirian di sebelah kita waktu di gereja dan Bi Inem yang ayahnya (di desa) sakit keras; dengan Pak Pos yang rutin mengantar surat ke rumah kita dan Pak Jo yang setia mengangkut sampah dari rumah kita. Dan banyak lagi. Ya, mereka ada dekat di mata justru agar tersedia tempat di hati kita bagi mereka.
Segala yang kita dapat dari Tuhan, layak kita bagikan kepada sesama yang membutuhkan.
Leave a comment